Pantauan awak media menunjukkan antrean panjang kendaraan dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Mobil-mobil tersebut secara bergantian melakukan pengisian di pompa solar dengan pola berulang, mengindikasikan adanya dugaan kuat praktik pelangsiran yang merugikan negara serta masyarakat yang berhak atas BBM subsidi.
Seorang narasumber yang enggan disebutkan identitasnya menyampaikan, SPBU ini sempat berhenti beroperasi sebelum akhirnya aktif kembali beberapa bulan terakhir. “Informasinya pengelolaan SPBU sudah berganti. Bahkan ada isu kepemilikan terkait pejabat daerah. Namun sempat tidak beroperasi kemungkinan karena praktik pelangsiran atau alasan lain,” ungkapnya.
Upaya konfirmasi yang dilakukan media kepada pihak pengelola SPBU 14.287.665 belum mendapat jawaban hingga berita ini diturunkan.
Perlu diketahui, penyaluran BBM bersubsidi diatur secara ketat oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 serta Peraturan BPH Migas, BBM bersubsidi diperuntukkan bagi sektor dan konsumen tertentu.
Sementara itu, Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan tegas menyebutkan:
Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Dengan demikian, dugaan keterlibatan SPBU dalam melayani pelangsiran solar bersubsidi bukan hanya pelanggaran etika usaha, tetapi juga merupakan tindak pidana yang harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum.
Masyarakat meminta BPH Migas, Pertamina, dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan mengawasi, memeriksa, dan menindak tegas oknum SPBU maupun pelaku pelangsiran yang terbukti menyalahgunakan BBM subsidi.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan antrean panjang di SPBU, melainkan bentuk kerugian negara dan pengkhianatan terhadap hak rakyat kecil yang seharusnya mendapat prioritas menikmati BBM bersubsidi.
Tim