Riau, SENTRALNEWS88.COM - Rencana relokasi penduduk yang mendiami kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, terus bergulir. Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menargetkan relokasi dapat dilakukan pada 22 Agustus 2025. Namun, tenggat waktu ini diperkirakan akan mundur menyusul meningkatnya aksi penolakan masyarakat.
Sejumlah warga bahkan telah menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, menolak kebijakan relokasi tersebut dikutip dari sabangmerauke.news, Sabtu (26/7/2025).
Di tengah meningkatnya tensi, mencuat wacana pemindahan masyarakat TNTN ke Pulau Mendol atau dikenal juga sebagai Pulau Penyalai, yang terletak di Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan.
Zukri: Belum Ada Kebijakan Resmi
Menanggapi hal itu, Bupati Pelalawan Zukri menegaskan bahwa belum ada kebijakan resmi terkait pemindahan penduduk TNTN ke Pulau Mendol.
“Kalau kebijakan, setahu saya belum ada,” ujar Zukri kepada SabangMerauke News, Rabu (23/7/2025).
Meski demikian, ia mengakui bahwa Pulau Mendol masuk dalam opsi relokasi. Namun sampai saat ini, belum pernah ada pembahasan secara formal terkait hal tersebut.
“Iya masuk dalam opsi, tapi belum dibahas,” tambahnya.
Imbauan untuk Ikut Pendataan
Dalam unjuk rasa damai beberapa waktu lalu, Zukri sempat menemui perwakilan masyarakat TNTN di Kantor Gubernur Riau. Ia mengimbau masyarakat agar tidak menolak proses pendataan yang sedang dilakukan pemerintah sebagai dasar penentuan kebijakan selanjutnya.
“Kami himbau masyarakat agar bersedia didata. Jangan ada penolakan. Karena pemerintah sedang mencari solusi terbaik,” kata Zukri.
Satgas PKH Siap Lakukan Relokasi Mandiri
Sejak 10 Juni 2025, Satgas PKH telah memulai operasi penertiban hutan konservasi TNTN yang mencakup luas lebih dari 83 ribu hektare. Sekitar 60 ribu hektare kawasan tersebut telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin.
Langkah selanjutnya adalah proses relokasi mandiri dan reforestasi kawasan TNTN.
Pulau Mendol yang disebut sebagai salah satu opsi relokasi adalah wilayah gambut yang sebelumnya dikuasai oleh PT Trisetia Usaha Mandiri (TUM). Namun, HGU perusahaan tersebut telah dicabut setelah mendapat penolakan masyarakat. Saat ini, lahan eks PT TUM disebut-sebut tengah diproses dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Aspirasi Warga Disampaikan ke DPR RI
Sebelumnya, pada Rabu (2/7/2025), perwakilan warga terdampak kebijakan penertiban TNTN telah mengadu ke Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI. Mereka diterima oleh Ketua BAM, Achmad Hermawan, dan Wakil Ketua, Adian Napitupulu.
Aziz Manurung, perwakilan masyarakat, menyampaikan kekhawatiran warganya yang merasa terancam kehilangan sumber penghidupan. Aziz mengungkap bahwa saat ini hasil sawit warga tak lagi diterima di ramp karena dianggap berasal dari kawasan hutan, menyulitkan perekonomian warga.
“Masyarakat bingung akan pindah ke mana. Mereka distempel perambah dan pendatang, padahal sudah puluhan tahun mengelola kawasan ini,” katanya.
Aziz menyayangkan narasi "paru-paru dunia" yang kembali didengungkan terhadap TNTN, padahal menurutnya kawasan tersebut dulunya adalah bekas HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang telah dieksploitasi.
Ia menilai, langkah sepihak negara dalam melakukan penertiban tanpa memperhatikan histori sosial dan konstribusi masyarakat lokal sangat tidak adil.
“Kalau pemerintah mau reforestasi, lakukan bersama masyarakat, bukan dengan menggusur mereka. Masyarakat siap tanam pohon, tapi jangan disuruh pindah,” pungkasnya. (*)