KERUMUTAN, SENTRALNEWS88.COM – Sebuah destinasi wisata kolam renang yang dibangun pada tahun 2020 di Desa Bukit Lembah Subur, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, kini menuai sorotan publik. Proyek yang didanai dari Dana Desa (DD) dengan nilai lebih dari Rp2 miliar ini hanya beroperasi selama tiga bulan, sebelum akhirnya terbengkalai hingga hari ini, Senin (4/8/2025).
Investigasi tim awak Media di lapangan mengungkapkan kondisi kolam sangat memprihatinkan. Area seluas hampir satu hektare ini kini dipenuhi semak belukar, kaca bangunan pecah, sumur bor tidak berfungsi, kantin dan lapak jualan kosong, serta jembatan dan kursi yang raib. Lebih parah lagi, ditemukan celana dalam di teras bangunan kosong, yang memunculkan dugaan bahwa lokasi tersebut kerap disalahgunakan untuk aktivitas asusila.
“Kolam ini dulu dibangun pakai Dana Desa 2020, aktif cuma tiga bulan. Sekarang hampir lima tahun terbengkalai. Pengelolaan BUMDes-nya hancur, entah masih urusan desa atau BUMDes,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Menurut warga, saat masih aktif, tarif masuk ke kolam sebesar Rp10 ribu pada hari biasa dan Rp15 ribu di akhir pekan. Akses masuk melalui RT 3 RW 1. Warga menyebut alasan penutupan karena “tidak ada air”, padahal sumber air di lokasi sebenarnya masih ada.
Warga lain menambahkan bahwa dulunya fasilitas cukup lengkap air kolam jernih, banyak kursi, kantin, dan lapak jualan. Kini didalam ada yang rusak atau hilang. Sisa material seperti gorong-gorong dan batu kerikil masih terlihat.
“Sudah beberapa kali saya temukan celana dalam. Saya bungkus pakai plastik lalu buang jauh. Gila ini tempat, sudah jadi lokasi mesum,” ucap warga lainnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Bukit Lembah Subur, Akhid Sulistyo, saat dikonfirmasi via WhatsApp pada Minggu (3/8/2025) sore pukul 16.25 WIB, baru memberikan jawaban keesokan harinya pukul 08.34 WIB. Ia membenarkan kolam renang sudah tidak beroperasi, namun membantah bahwa itu karena ditelantarkan. Menurutnya, kendala utama adalah teknis, yakni keterbatasan air bersih.
“Air dari sumur bor berkarat, tidak layak pakai, apalagi saat kemarau. Tahun 2024 sempat coba dioperasikan, tapi karena tantangan teknis,” jelasnya.
Terkait temuan celana dalam, ia menyayangkan jika benar ada pihak yang menyalahgunakan fasilitas tersebut. Ia juga menyatakan bahwa dalam waktu dekat pihak desa akan melakukan pembersihan, pengamanan tambahan, serta mengadakan musyawarah dengan BPD, BUMDes, dan tokoh masyarakat guna membahas rencana revitalisasi dan pengoperasian kembali.
Namun, saat ditanya soal studi kelayakan sebelum pembangunan, Kades tidak memberikan jawaban.
Berdasarkan temuan lapangan dan data pembangunan, kasus ini diduga melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:
1. Permendesa PDTT No. 8 Tahun 2022 – Menekankan pemanfaatan Dana Desa untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa – Pasal 26 ayat (4) huruf c dan Pasal 27 menekankan tanggung jawab kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa.
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 – Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika proyek tidak disertai audit, serah terima, atau laporan pertanggungjawaban resmi.
4. Permendagri No. 1 Tahun 2016 – Tentang pengelolaan aset desa yang harus dicatat, diamankan, dan dipelihara meski tidak digunakan.
Kondisi kolam renang ini menjadi bukti buruknya perencanaan dan lemahnya pengawasan keuangan desa, sekaligus menyisakan kerugian besar dari uang rakyat.
Desakan Audit dan Proses Hukum
Atas dasar ini, Tim awak Media mendesak Inspektorat Kabupaten Pelalawan dan Dinas PMD untuk segera turun tangan dan melakukan audit menyeluruh. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) juga diminta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan aset dan dana desa.
Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran atau pelanggaran prosedur hukum, media mendorong agar kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut.
TIM