Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Diduga Langgar Sempadan Sungai, Pabrik Sawit PT MAS Disorot: DLH Inhu Bungkam soal Potensi Pelanggaran

Selasa, 29 Juli 2025 | Juli 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-29T13:03:25Z

 

LIRIK, SENTRALNEWS88.COM – Pabrik kelapa sawit milik PT Multiguna Agro Sejahtera (MAS) yang berdiri di Desa Banjar Balam, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, tengah menjadi sorotan. Bangunan pabrik yang berada sangat dekat dengan aliran anak Sungai Jepata diduga melanggar aturan sempadan sungai yang ditetapkan dalam regulasi nasional. Dokumentasi lapangan yang diambil pada 28 Juni 2025 memperlihatkan posisi bangunan dan aktivitas pabrik berada nyaris menempel di tepi sungai, menimbulkan kekhawatiran akan dampak pencemaran lingkungan, Selasa (29/7/2025).


Masyarakat menyebut aliran air yang bersebelahan dengan pabrik adalah Sungai Jepata, yang mengalir dari arah PT PTP ke hulu menuju PT GH hingga bermuara di Desa Kapau. Selain kekhawatiran terhadap pencemaran air dan udara dari aktivitas pabrik, warga mempertanyakan legalitas pendirian bangunan di kawasan yang semestinya dilindungi sebagai daerah sempadan sungai. Dalam foto dokumentasi, asap pekat juga terlihat mengepul dari cerobong pabrik, menambah indikasi adanya potensi pencemaran.


Menurut informasi berita online beredar Humas PT MAS, Hamdan Tambunan, saat dikonfirmasi tidak memberikan penjelasan substantif mengenai dugaan pelanggaran tersebut. Ia menyebut bahwa perusahaan telah memiliki izin lengkap dan menyarankan agar awak media mengonfirmasi ke pihak pemberi izin.


Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Inhu melalui Bakrie Distambem, ST dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Selasa (29/7), menyatakan bahwa jarak aman kegiatan dari anak sungai minimal 50 meter dan PT MAS disebut telah memiliki dokumen UKL-UPL. Namun, ketika ditanya apakah bangunan yang berdiri di bawah jarak itu melanggar hukum, pihak DLH memilih bungkam.


Padahal, regulasi yang berlaku menyatakan dengan jelas bahwa batas sempadan anak sungai di luar kawasan perkotaan adalah minimal 50 meter dari tepi sungai, sebagaimana tertuang dalam PP No. 38 Tahun 2011 dan Permen PUPR No. 28 Tahun 2015. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga melarang aktivitas yang mengubah fisik sungai tanpa izin dan prinsip kehati-hatian. Keberadaan dokumen UKL-UPL tidak otomatis membenarkan pelanggaran terhadap ketentuan sempadan sungai dan tata ruang.


Atas dasar temuan tersebut, masyarakat dan pemerhati lingkungan meminta adanya audit lapangan oleh DLH Provinsi Riau dan Balai Wilayah Sungai Sumatera III. Mereka juga mendesak evaluasi ulang terhadap izin lingkungan PT MAS dan meminta hasil pengawasan diumumkan secara terbuka. Audit independen diperlukan untuk memastikan apakah benar pembangunan tersebut melanggar garis sempadan, yang jika terbukti, dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin sebagaimana diatur dalam Pasal 76 dan 80 UU No. 32/2009.



Persoalan ini menegaskan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dan instansi teknis dalam memastikan kesesuaian fisik pembangunan dengan aturan yang berlaku, bukan hanya mengandalkan dokumen administratif. Sungai adalah sumber kehidupan masyarakat dan bukan milik industri. Perlindungan terhadap kawasan sempadan sungai adalah bentuk tanggung jawab kolektif dalam menjaga ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. 

TIM

×
Berita Terbaru Update